THE OTHER SIDE OF GUNUNG PADANG
(second series)
SISI LAIN GUNUNG PADANG
(seri kedua)
Situs Megalitikum Gunung Padang yang ada di puncak bukit, dapat dicapai dengan
dua jalan. Satu jalan agak terjal dengan pijakan bilahan batu andesit megalithikum,
dan jalan satunya lagi dibuat agak landai terbuat dari semen cor, dibuatnya
jalan kedua ini, untuk dilalui Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beserta
rombongan, dalam tinjauan kenegaraan ketika baru ditemukakannya Situs Gunung
Padang. Lokasi situs ada di perbatasan
Dusun Gunung padang dan Panggulan, Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka,
Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat. Asal mula dinamakannya Gunung Padang, berdasarkan
kata “padang” berasal dari beberapa suku kata, yaitu :
– Pa = Tempat
– Da = Besar/gede/agung/raya
– Hyang =Eyang/moyang/biyang/leluhur
agung
Jadi arti kata “Padang” itu adalah Tempat
Agung para Leluhur atau boleh jadi maknanya Tempat para Leluhur Agung. Situs
Megalitikum Gunung Padang diperkirakan dibangun pada 2000 SM atau sekitar
2.800. Puncak Situs Gunung Padang
terdiri atas lima teras (tingkatan) sebagai berikut:
1. Teras
pertama (1st terrace) berada pada ketinggian 983 m dpl, arah teras menghadap ke
azimut 335° UT,
2. Teras
kedua (2nd terrace) berada pada ketinggian 985 m dpl, arah teras menghadap ke
azimut 337° UT,
3. Teras ketiga
(3rd terrace) berada pada ketinggian 986 m dpl, arah teras menghadap ke azimut
335° UT,
4. Teras
keempat (4th terrace) berada pada ketinggian 987,5 m dpl, arah teras menghadap
ke azimut 330° UT,
5. Teras
kelima (5th terrace) berada pada ketinggian 989 m dpl, arah teras menghadap ke
azimut 345° UT.
(Sumber: Wikipedia. Diakses online pada Tanggal 4
Oktober 2017, Pukul 19.00 WIB).
Mencapai
puncak Gunung Padang tidaklah mudah, karena harus melalui 5(lima) pundan
berundak sampai ketinggian 989 m dpl. Tetapi
bagi yang mempunyai niat untuk meminta,
atau ada permohonan yang akan diminta di Gunung Padang dengan ketinggian
seperti itu tidak menjadi masalah. Buktinya pada saat penulis mengunjungi
Gunung Padang, ada wanita cantik yang mendaki ke puncak, dengan memakai heel (mungkin) demi sebuah tujuan. apapun
akan ditempuh. Benar saja perkiraan penulis, sesudah sampai di puncak Gunung
Padang si wanita yang memakai heel
berkerudung hitam, langsung menuju ke arah tumpukan batu yang ada di belakang,
yang saat itu sedang ada ritual dari beberapa rombongan laki-laki di sana. Ketika
penulis tanya ke Juru Pelihara, barulah menyadari ternyata si wanita itu
termasuk rombongan beberapa laki-laki yang berpakaian hitam-hitam, yang sedang melakukan
tirakat.
Singkat
kata dengan rasa penasaran penulis akhirnya bertanya (yaah sedikit kepo-lah)
sebagai berikut:
“Pak Nanang wanita yang berkerudung hitam dan
cantik itu siapa?” Tanya penulis penuh selidik.
“Yaah begitulah bu, itu kan rombongan orang yang
sedang punya maksud tertentu, kalau tidak salah
wanita cantik itu sudah beberapa kali ke sini, melakukan ritual bersama
rombongannya, yang saya dengar itu artis bu”, Jawab Pak Nanang si Juru Pelihara
tersebut.
“Koq artis bisa minta ke Gunung Padang yah, wanita
itu sudah cantik pak dan masih muda lagi,ngapain?” Selidik penulis sambil mengernyitkan
dahi.
“Bukan hanya
wanita muda itu saja bu yang ke sini, banyak yang ke sini dengan tujuan
ketenaran, pangkat ataupun penglaris.Ibu tahu artis D*rc* yang serba bisa itu, yang
sering tanpil di tipi, dia itu sering tirakat di sini. Dari mulai belum
terkenal sampai dikenal masyarakat luas, dari agak susah menjadi kaya raya tuh
artis. Makanya maklumlah bu kalau di sini ada orang-orang yang seperti itu”,
Jelas Pak Nanang dengan panjang lebar.
“Apa saja sih pak yang dibawa untuk melakukan
ritual di Gunung Padang?”, Tanya penulis lebih lanjut lagi.
“Tergantung permintaannya, ada yang membawa cerutu
isinya kemenyan, dupa dengan bentuk segitiga, ataupun membawa umboh rampe segala
kembang tujuh rupa, kopi pahit, ataupun berbentuk makanan”, Tukas Pak Nanang dengan
lancarnya menjelaskan.
“Terus doa-doanya seperti apa pak?, apakah
ditujukan ke Prabu Siliwangi? Yang katanya sakti madraguna”, Tanya penulis
lebih lanjut, karena untuk menuntaskan rasa penasaran yang semakin menggunung.
“Waduh bu, kalau untuk doa-doanya saya tidak boleh
memberikan ke orang yang tidak punya niat meminta di sini, ada koq doa-doa khusus
untuk tirakatan, kalau ibu ada niat mau minta, barulah kita membicarakan lebih
lanjut, pasti akan saya jelaskan, sejelas-jelasnya agar ibu mengerti dan bisa
melakukan tirakat yang sesuai aturan di sini”, Jawab Juru Pelihara, dengan
gerakan tubuh membalikkan badan dan berjalan perlahan-lahan, dengan arah semakin
menjauh dari penulis.
“Pak……Pak Nanang berapakah biaya untuk acara
ritual tersebut, kalau saya berminat akan saya siapkan”. Tanya penulis agak
mendesak.
“Nanti saja bu, kalau benar-benar niat, ibu bisa
menjumpai saya di sini”, Jawab Pak Nanang dari kejauhan.
Memang
menjelang sore sekitar pukul 17.40 WIB, suasana di puncak Gunung Padang mulai
sepi dari pengunjung, mulai pengunjung anak-anak kecil sampai emak-emak yang
mengendong bayi, mulai menuruni pundak berundak satu demi satu, yang tinggal
hanya beberapa orang termasuk penulis. Suasana di puncak bukit semakin teduh, angin
mulai bertiup agak kencang, daun dan ranting pohon mulai bergesekan, dan kabut
mulai menyelimuti puncak bukit Gunung Padang, menambah suasana sunyi. Sedangkan
di pojok puncak bukit, dupa semakin banyak bertebaran dihampar dan dinyalakan, sehingga
aroma dupa terbawa angin, semakin menambah suasana mistik.
Gunung Padang yang merupakan situs peninggalan pada jaman Megalithikum, masih ada
di sana, menyimpan kesunyian dan cerita peradaban masa lalu yang sulit dikuak
misterinya.
DAFTAR PUSTAKA
Widjaja, Hinijati.
2016. Megalithic Landscape in the Site of
Gunung Padang, Analysis of Environmental Studies. Volume.
5, Issue. 11 , November – 2016 IJERTV5IS110285,ISSN. 2278-0181. www.ijert.org.Publication ESRSA. Diakses online pada Tanggal 4
Oktober 2017, Pukul 15.55 WIB)
Wikipedia. Diakses online pada Tanggal 4 Oktober
2017, Pukul 19.00 WIB
*****
Baru tau ada gunung yg namanya gunung padang
BalasHapusiya namanya Gunung Pdang, padahal hanya bukit. datang dan tinjaulah Gunung Pdang, tempatnya menarik, hijau mempunyai nilai sejarah peradaban jaman megalithicu.
Hapussemoga mempunyai pikiran yang sama dengan penulis, bagaimana caranya batu-batu yang besar dan mungkin puluhan ton bisa ada di atas bukit >,>