MALU SAMA PAHLAWAN
Tibalah kita
pada hari Jumat ini, Tanggal 10 November 2017. Tanggal tersebut adalah tanggal
yang diakui secara nasional dan diperingati setiap tahunnya di Indonesia.
Tanggal yang dimaksud adalah Tanggal Hari Pahlawan. Apabila kita teringat kata
pahlawan, apa yang ada di pikiran kita masing-masing? Apakah hanya satu tahun
sekali kita memperingati dan mengingatnya? Apabila jawabannya adalah iya,
sungguh ironis sekali. Menurut penulis tidak pantas, dan sungguh sayang sekali apabila kita hanya
memperingati Hari Pahlawan diperingati satu tahun sekali, karena Bangsa yang
besar adalah, yang selalu mengingat pada jasa dan pengorbanan nyawa, yang tidak
dapat dibeli dengan emas permata atau tumpukan uang. Sebaiknya selalu diingat, dikenang dan
apabila ada kesempatan mengunjungi makam pahlawan siapapun, dengan mengadakan
penghargaan serta penghormatan pada nisan Pahlawan yang ada. Hal ini tidak
hanya pada saat Hari Pahlawan saja, mereka para pahlawan berjuang untuk kita
yang belum lahir pada masanya.
Awalnya
adalah, terjadinya pertempuran di Surabaya, yang merupakan peristiwa sejarah
perang antara pihak tentara Indonesia dan pasukan Britania Raya. Peristiwa
besar ini terjadi pada tanggal 10 November 1945 di Kota Surabaya, Jawa Timur. Di
bawah adalah kutipan dari Wikipedia, sebagai berikut:
Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya, Mayor
Jenderal Robert Mansergh mengeluarkan ultimatum yang menyebutkan bahwa semua
pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan
senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat
tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945. Ultimatum
tersebut kemudian dianggap sebagai penghinaan bagi para pejuang dan rakyat yang
telah membentuk banyak badan-badan perjuangan / milisi. Ultimatum tersebut
ditolak oleh pihak Indonesia dengan alasan bahwa Republik Indonesia waktu itu
sudah berdiri, dan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) juga telah dibentuk sebagai
pasukan negara. Selain itu, banyak organisasi perjuangan bersenjata yang telah
dibentuk masyarakat, termasuk di kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar yang
menentang masuknya kembali pemerintahan Belanda yang memboncengi kehadiran
tentara Inggris di Indonesia. Bung Tomo di Surabaya, salah satu pemimpin
revolusioner Indonesia yang paling dihormati. Foto terkenal ini bagi banyak
orang yang terlibat dalam Revolusi Nasional Indonesia mewakili jiwa perjuangan
revolusi utama Indonesia saat itu. Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai
melancarkan serangan. Pasukan sekutu mendapatkan perlawanan dari pasukan dan
milisi Indonesia. Selain Bung Tomo terdapat pula tokoh-tokoh berpengaruh lain
dalam menggerakkan rakyat Surabaya pada masa itu, beberapa datang dari latar
belakang agama seperti KH. Hasyim Asy'ari, KH. Wahab Hasbullah serta kyai-kyai
pesantren lainnya juga mengerahkan santri-santri mereka dan masyarakat sipil
sebagai milisi perlawanan (pada waktu itu masyarakat tidak begitu patuh kepada
pemerintahan tetapi mereka lebih patuh dan taat kepada para kyai/ulama)
sehingga perlawanan pihak Indonesia berlangsung alot, dari hari ke hari, hingga
dari minggu ke minggu lainnya. Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan
secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran
ini mencapai waktu sekitar tiga minggu. Setidaknya
6,000 - 16,000 pejuang dari pihak Indonesia tewas dan 200,000 rakyat sipil
mengungsi dari Surabaya. Korban dari pasukan Inggris dan India kira-kira sejumlah
600 - 2000 tentara. Pertempuran berdarah di Surabaya yang memakan ribuan korban
jiwa tersebut telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk
melakukan perlawanan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat sipil yang
menjadi korban pada hari 10 November ini kemudian dikenang sebagai Hari
Pahlawan oleh Republik Indonesia hingga sekarang. (Sumber: Wikipedia bahasa
Indonesia, ensiklopedia bebas, Diakses online Pada Tanggal 10 November 2017,
Pukul 09.45 WIB).
Ada 6,000 -
16,000 pejuang dari pihak Indonesia tewas, ini bukan jumlah yang sedikit tetapi
suatu pertempuran yang sangat mencekam dan terberat, dalam menumpas
kolonialisme yang masih saja merajalela tidak mau hengkang dari Bumi Pertiwi. Pertempuran
ini juga merupakan perang yang pertama pasukan Indonesia, dengan pasukan asing
setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, dan ini salah satu pertempuran
terbesar serta terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia, yang
akhirnya menjadi simbol nasional atas perlawanan Bangsa Indonesia terhadap
kolonialisme.
Dengan jumlah
korban yang luar biasa banyaknya, menunjukkan kobaran api yang membara dari
Bangsa Indonesia sedemikian besar, dan tidak terbendung lagi, kebencian dalam
teraniaya dan hidup penuh tekanan dari kolonialisme yang tidak beradab dan
tidak berperikemanusiaan, membangkitkan rasa, jiwa dan semangat untuk
memberontak, serta adanya kerinduan yang mendalam akan terbebasnya dari segala
bentuk kolonialisme yang merugikan dalam segala aspek.
Untuk masa
sekarang, semakin diungkap akan perjuangan para Pahlawan di Indonesia, semakin
terasa kita ini, sebenarnya tinggal menikmati masa-masa peperangan kolonialisme
yang sudah berakhir. Kita ini hanya bisa merasakan, dan melihat dokumentasi
peninggalan peperangan, serta sampai hanya pada peringatan Hari Pahlawan saja.
Penulis mengerti dan memahami akan rasa yang ada di generasi yang hidup pada
masa sekarang ini. Karena mungkin saja penulis juga seperti yang lainnya,
kurang berbakti kepada Bangsa indonesia.
Penulis mencoba
berempati dan menerawang kondisi perang selama 3 (tiga) minggu di Surabaya dan
di tempat lainnya. Yaah.. sungguh tragis dan mencekam sekali suasana saat
terjadinya perang. Terbayang sudah dalam perang pasti akan ada: mayat-mayat
bergelimangan, tanpa diurus segera untuk dikebumikan secara manusiawi, darah
bercucuran dari sekujur tubuh, serta
berceceran darah di sana sini, orang-orang yang kehilangan anggota tubuhnya
karena disiksa, terkaparnya tubuh manusia yang
sudah tidak berbentuk lagi, teriakan berkumandang hidup atau mati yang
saling saut menyahut, api berkobaran dimana-mana, rumah penduduk dibumi
hanguskan, kesedihan dan teriakan anak-anak kecil yang kehilangan orang tua-nya
yang sudah dibantai. Sungguh pedih perih
dan nyesek di dada apabila mengingat terjadinya perang di Surabaya. Juga
termasuk peperangan yang ada dan terjadi di seluruh Bumi Pertiwi ini, dalam
memperjuangkan Hak kemerdekaan bagi Bangsa Indonesia, agar menjadi bangsa yang
berdaulat, dan bermartabat di mata bangsa asing.
Sekarang apa
yang harus kita perbuat, untuk bangsa dan negara yang sudah merdeka? Bangsa dan
negara yang sudah lepas dari jeratan penjajah. Penulis berusaha mencoba
menjabarkan upaya-upaya apa yang harus kita perbuat, antara lain:
1. Jangan
pernah melupakan pahlawan yang telah mempertaruhkan dan mengorbankan jiwa
raganya untuk kita semua. Usahakan ziarah ke makan pahlawan setiap ada
kesempatan untuk siapapun, dimanapun berada. Apabila ada kesempatan segera
lakukan ziarah ke makam pahlawan, baik pahlawan yang kita kenal, maupun
pahlawan yang tidak dikenal. Bukan hanya ketika pada hari Pahlawan saja.
Dan rasakan serta resapkan apa yang terjadi pada masa
peperangan yang dialami para pahlawan kita di Indonesia. Kemudian bandingkan
dengan kehidupan kita sekarang ini.
2. Mengisi
dengan kegiatan yang positif dan penuh aturan yang mengatur moral dan tindakan
kita, jauhkan penghancur bangsa kita, seperti narkoba, kehidupan malam yang
bebas, ataupun pikiran rasis kita. Usahakanlah jangan sampai terimbas.
Dimanfaatkan oleh orang-orang lain akan perbedaan-perbedaan identitas diri,
yang akhirnya memecah belah di antara kita yang sudah bersatu di bawah naungan
Bendera Merah Putih. Diingat pula kesatuan dan persatuan sudah diperjuangan
dengan susah payah, serta disatukan oleh jiwa dan raga generasi masa lalu, yang
kita sebut pahlawan.
3. Tingkatkan
rasa malu sama pahlawan kita, mereka memperjuangkan dengan jiwa raga, dan
mereka tidak menikmati kemerdekaan Bangsa Indonesia ini. Tetapi kita yang
menikmati kemerdekaan yang telah diperjuangan pahlawan. Jadi jangan sampai para
pahlawan yang sudah tiada, dibuat malu oleh tindakan kita yang menyimpang dari
segala etika kehidupan.
Mereka rela dan bangga mengorbankan jiwa
dan raga demi Bumi Pertiwi
Selanjutnya kita bagaimana?
SELAMAT HARI PAHLAWAN 10 NOVEMBER
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar