Social Icons

Rabu, 08 November 2017

THE OTHER SITE OF GUNUNG PADANG (THIRD series)




THE OTHER SITE OF GUNUNG PADANG  
(THIRD series)

SISI LAIN GUNUNG PADANG

(seri keTIGA)







Situs Megalitikum Gunung Padang merupakan situs prasejarah peninggalan kebudayaan Megalitikum di Jawa Barat, dengan luas bangunan 900 meter persegi berada di areal seluas 25 Ha. Tepatnya secara administrative berada di perbatasan Dusun Gunung Padang dan Panggulan, di desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat.

Dinamakan Gunung Padang, berdasarkan kata “Padang” berasal dari bebrapa suku kata, sebagai berikut:

– Pa = Tempat

– Da = Besar/gede/agung/raya

– Hyang =Eyang/moyang/biyang/leluhur agung



Jadi arti kata “Padang” itu adalah Tempat Agung para Leluhur atau boleh jadi maknanya Tempat para Leluhur Agung. Situs Megalitikum Gunung Padang diperkirakan dibangun pada 2000 SM atau sekitar 2.800. (Wikipedia. Diakses online pada tanggal 8 November 2017 Pukul 19.25 WIB). Jadi arti kata “Padang” itu adalah Tempat Agung para Leluhur atau boleh jadi maknanya Tempat para Leluhur Agung. Situs Megalitikum Gunung Padang diperkirakan dibangun pada 2000 SM atau sekitar 2.800 SM.



Dalam Laporan Penelitian Direktorat Sejarah dan Purbakala pada Tahun 1979 menyebutkan, laporan pertama tentang Gunung Padang muncul dalam laporan tahunan Dinas Purbakala Hindia Belanda tahun 1914 (Rapporten van den Oudheidkundigen Dienst in Nederlandsch-Indie). Kemudian pada tahun 1949 dilaporkan oleh peneliti kepurbakalaan zaman Belanda: N.J. Krom. N.J. Krom tidak melakukan penelitian mendalam atasnya, hanya menyebutkan bahwa situs ini diperkirakannya sebagai sebuah kuburan purbakala. Situs ini kemudian dilaporkan kembali keberadaannya pada tahun 1979 oleh penduduk setempat kepada penilik kebudayaan dari pemerintah daerah. Pada waktu itu, situs megalith ini dikenal oleh penduduk dengan nama “Goenoeng Manik Lampengan“.

Sejak itu, situs ini telah diteliti cukup mendalam secara arkeologi meskipun masih menyisakan berbagai kontroversi. Para ahli arkeologi sepakat bahwa situs ini bukan merupakan sebuah kuburan seperti dinyatakan oleh Krom (1914), tetapi merupakan sebuah tempat pemujaan.

Menurut Widjaja (2016) Penduduk desa di situs Gunung Padang hampir seluruhnya dari Etnis Sunda, menurut Juru Pelihara  diperkirakan Etnis Sunda sudah menetap di lingkungan situs lebih dari 100 tahun, terlihat di lapangan kegaitan masyarakat sehari-hari umumnya dibidang pertanian, berladang, dan berkebun. Dan akhir-akhir ini mereka membuka kios atau warung di depan rumahnya atau sekitar pintu masuk ke situs. Sehingga interaksi social yang terjadi di lingkungan Gunung Padang secara komprehensif menyatu dalam kehidupan sehari-hari.

Namun semakin terkenalnya Situs Gunung Padang dapat merupakan ancaman bagi keberadaan situs. Karena masyarakat di lingkungan situs, memanfaatkan semua potensi Gunung Padang dalam hal meningkatkan perekonomian masyarakat itu sendiri. Dengan bergantinya profesi pekerjaan, maka kegiatan pertanian, berladang/ berkebun terlihat agak tidak terlalu diurus. Sehingga penggunaan lahan yang ada tidak dioptimalkan, mereka lebi cenderung berjualan, mengantar wisatawan atau membantunya membawakan barang-barang kebutuhan pengunjung.



Secara sejahtera mereka memang lebih sejahtera, dibandingkan  ekonominya ketika masih bertani/ berkebun ataupun berladang. Ada juga masyarakat yang menyewakan kamar di rumahnya, ataupun menyewakan seluruh rumah sekaligus. Memang benar-benar memanfaatkan potensi Gunung Padang yang selama ini terpendam keberadaannya. Dan Gunung Padang sendiri membawa berkah serta dapat meningkatkan ekonomi pendapatan keluarga yang sudah berdiam di lingkungan.



DAFTAR PUSTAKA

Widjaja, Hinijati. 2016. Megalithic Landscape in the Site of Gunung Padang, Analysis of Environmental Studies. Volume. 5, Issue. 11 , November – 2016 IJERTV5IS110285,ISSN. 2278-0181. www.ijert.org.Publication ESRSA
Wikipedia. Diakses online pada tanggal 8 November 2017 Pukul 19.25 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Number visiter