THE OTHER SITE OF GUNUNG PADANG
(THIRD series)
SISI LAIN GUNUNG PADANG
(seri keTIGA)
Situs Megalitikum Gunung Padang merupakan
situs prasejarah peninggalan kebudayaan Megalitikum di Jawa Barat, dengan luas bangunan 900 meter
persegi berada di areal seluas 25 Ha. Tepatnya secara administrative berada di
perbatasan Dusun Gunung Padang dan Panggulan, di desa Karyamukti, Kecamatan
Campaka, Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat.
Dinamakan Gunung Padang, berdasarkan kata “Padang”
berasal dari bebrapa suku kata, sebagai berikut:
– Pa = Tempat
– Da = Besar/gede/agung/raya
– Hyang
=Eyang/moyang/biyang/leluhur agung
Jadi arti kata “Padang”
itu adalah Tempat Agung para Leluhur atau boleh jadi maknanya Tempat para
Leluhur Agung. Situs Megalitikum Gunung Padang diperkirakan dibangun pada 2000
SM atau sekitar 2.800. (Wikipedia. Diakses online pada tanggal 8 November 2017
Pukul 19.25 WIB). Jadi arti kata “Padang” itu adalah Tempat Agung para Leluhur
atau boleh jadi maknanya Tempat para Leluhur Agung. Situs Megalitikum Gunung
Padang diperkirakan dibangun pada 2000 SM atau sekitar 2.800 SM.
Dalam
Laporan Penelitian Direktorat Sejarah dan Purbakala pada Tahun 1979
menyebutkan, laporan pertama tentang Gunung Padang muncul dalam laporan tahunan
Dinas Purbakala Hindia Belanda tahun 1914 (Rapporten
van den Oudheidkundigen Dienst in Nederlandsch-Indie). Kemudian pada tahun 1949 dilaporkan oleh peneliti kepurbakalaan
zaman Belanda: N.J. Krom. N.J. Krom tidak melakukan penelitian mendalam
atasnya, hanya menyebutkan bahwa situs ini diperkirakannya sebagai sebuah
kuburan purbakala. Situs ini kemudian dilaporkan kembali keberadaannya pada tahun 1979 oleh
penduduk setempat kepada penilik kebudayaan dari pemerintah daerah. Pada waktu
itu, situs megalith ini dikenal oleh penduduk dengan nama “Goenoeng Manik
Lampengan“.
Sejak itu, situs ini telah
diteliti cukup mendalam secara arkeologi meskipun masih menyisakan berbagai
kontroversi. Para ahli arkeologi sepakat bahwa situs ini bukan merupakan sebuah
kuburan seperti dinyatakan oleh Krom (1914), tetapi merupakan sebuah tempat
pemujaan.
Menurut Widjaja
(2016) Penduduk desa di situs Gunung
Padang hampir seluruhnya dari Etnis Sunda, menurut Juru Pelihara diperkirakan Etnis Sunda sudah menetap di lingkungan situs
lebih dari 100 tahun, terlihat di lapangan kegaitan masyarakat sehari-hari
umumnya dibidang pertanian, berladang, dan berkebun. Dan akhir-akhir ini mereka
membuka kios atau warung di depan rumahnya atau sekitar pintu masuk ke situs. Sehingga
interaksi social yang terjadi di lingkungan Gunung Padang secara komprehensif
menyatu dalam kehidupan
sehari-hari.
Namun semakin terkenalnya
Situs Gunung Padang dapat merupakan ancaman bagi keberadaan situs. Karena masyarakat
di lingkungan situs, memanfaatkan semua potensi Gunung Padang dalam hal
meningkatkan perekonomian masyarakat itu sendiri. Dengan bergantinya profesi
pekerjaan, maka kegiatan pertanian, berladang/ berkebun terlihat agak tidak
terlalu diurus. Sehingga penggunaan lahan yang ada tidak dioptimalkan, mereka
lebi cenderung berjualan, mengantar wisatawan atau membantunya membawakan
barang-barang kebutuhan pengunjung.
Secara sejahtera mereka
memang lebih sejahtera, dibandingkan ekonominya ketika masih bertani/ berkebun
ataupun berladang. Ada juga masyarakat yang menyewakan kamar di rumahnya,
ataupun menyewakan seluruh rumah sekaligus. Memang benar-benar memanfaatkan
potensi Gunung Padang yang selama ini terpendam keberadaannya. Dan Gunung
Padang sendiri membawa berkah serta dapat meningkatkan ekonomi pendapatan
keluarga yang sudah berdiam di lingkungan.
DAFTAR
PUSTAKA
Widjaja,
Hinijati. 2016. Megalithic Landscape in
the Site of Gunung Padang, Analysis of Environmental Studies. Volume. 5, Issue. 11 , November – 2016 IJERTV5IS110285,ISSN.
2278-0181. www.ijert.org.Publication ESRSA
Wikipedia.
Diakses online pada tanggal 8 November 2017 Pukul 19.25 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar